Ibu kota Republik Demokratik Timor Leste atau Timor Lorosae ini adalah sebuah kota tua kecil yang indah. Lorosae berarti matahari terbit. Uniknya, bendera kebangsaannya malah bergambar bintang yang baru terlihat setelah loromulu (matahari terbenam).
Penduduk Dili hanya sekitar satu juta orang. Kotanya mungkin hanya sebesar Cianjur. Di negara yang baru merdeka sejak tahun 2002 ini, kemewahan belum lagi tampak nyata. Sekalipun sesekali tampak mobil mewah – seperti BMW Z3, Mercedes Benz SLK350, dan lain-lain – serta beberapa rumah yang tampak megah dan mewah, secara umum rakyatnya masih miskin. Rumah-rumah rakyat berdinding pelepah lontar masih didapati di kawasan kota.
Kota Dili secara tegas menerapkan batas kecepatan 40 kilometer per jam. Naik taksi di Dili rasanya seperti naik mobil tua yang tidak mampu berjalan cepat. Orang Jakarta pasti akan merasa aneh berada di tengah lalu lintas Dili yang mengalir lamban.
Timor Leste mengakui dua bahasa resmi, yaitu Tetum dan Portugis. Semua kantor, bangunan, dan nama jalan ditulis dalam bahasa Portugis. Tetapi, kalaupun kita hanya bisa mengucapkan obrigado (terima kasih) dan nada (terima kasih kembali), kita dapat berkomunikasi dengan cukup lancar di Dili, karena sebagian besar mereka dapat berbahasa Indonesia. Sebagian kecil yang terdidik juga dapat berbahasa Inggris.
Akses
Dili dapat dicapai dengan pesawat terbang dari Denpasar, Bali. Rute ini dilayani setiap hari oleh Merpati. Maskapai penerbangan lain Air Timor (dulu: Austasia Airlines), melayani rute Singapura-Dili, seminggu dua kali. Rute ini dikerjasamakan dengan SilkAir. Rute udara lainnya adalah Dili-Darwin, 6 penerbangan seminggu, dilayani dengan pesawat Embraer 170 Jet (kapasitas 76 penumpang), dioperasikan oleh Airnorth (akan segera berubah nama menjadi Timor Air). Jarak Dili-Darwin ditempuh dalam waktu kurang dari 1 jam.
Pesawat mendarat di Presidente Nicolau Lobatu International Airport, yang masih tetap lebih populer dengan nama lamanya: Comoro Airport. Taksi dari bandara ke Dili sekitar USD 3.
Dari Kupang ada dua perusahaan – Timor Travel dan Leste Oeste Paradise Travel – yang melayani jalur Kupang-Dili-Kupang. Perjalanan darat memerlukan waktu 10-11 jam, bergantung pada lamanya proses imigrasi di tapal batas. Tiket satu kali jalan Rp 170.000 dan Rp 200.000 (eksekutif, AC).
Karena kapasitas kedua perusahaan jasa angkutan itu terbatas, cara lain adalah dengan menggunakan bus umum dari Kupang ke Atambua (6-7 jam perjalanan). Dari Atambua juga ada ojek maupun angkot ke Mota Ain (sekitar 30 menit). Cara ini sangat merepotkan karena jarak antara kantor imigrasi kedua negara jaraknya cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Dari Imigrasi Timor Leste ada ojek ke Batugade, kota kecil terdekat di Timor Leste, sekitar 3 km dari perbatasan.
Dari Batugade, perjalanan disambung dengan bus umum ke Tasi Tolu (USD 3), di pinggiran kota Dili. Untuk masuk ke tengah kota Dili masih diperlukan perjalanan dengan taksi (sekitar USD 3).
Visa
Tersedia VoA (Visa on Arrival) di bandar udara maupun pelabuhan laut Dili dengan biaya US$30. Bagi mereka yang masuk Timor Leste dengan jalan darat (border crossing), terdapat fasilitas imigrasi di Mota Ain (dekat Atambua), dan Salele (dekat Suai). Hanya warga negara Indonesia dan Timor Leste yang dapat memperoleh VoA di kedua tapal batas ini. Warga negara lain harus memperoleh visa sebelum melakukan border crossing jalan darat.
Kantor Imigrasi – baik Indonesia maupun Timor Leste – di tapal batas hanya buka pukul 8.00-17.00. Karena itu perjalanan lintas batas darat tidak dapat dilakukan di malam hari.
Mata Uang, Kartu Kredit, dan Fasilitas Perbankan
Hingga kini Timor Leste masih menggunakan mata uang US Dollar. Semua transaksi dilakukan dalam US Dollar. Pecahan paling kecil adalah US$1. Untuk mata uang logam, sejak tahun 2006 sudah ada uang logam 10 centavos, 25 centavos, dan 50 centavos yang dicetak oleh Bank Sentral Timor Leste. Uang logam US Dolar juga berlaku di sini.
Bank Mandiri mempunyai cabang di Dili, tetapi ATM-nya hanya berlaku untuk kartu ATM nasabah Bank Mandiri Dili saja. Hanya ANZ saja yang dapat menerima transaksi uang tunai dengan kartu ATM atau kartu kredit internasional.
Kartu kredit hanya diterima di hotel-hotel yang agak besar – itupun dikenai biaya sebesar 5,25%. Hampir semua restoran dan bar tidak menerima kartu kredit. Dengan kata lain, bawalah uang tunai USD dalam jumlah yang cukup. Jangan heran bila nanti Anda keluar dari Dili dengan membawa uang pecahan USD1 lusuh terlalu banyak.
Hotel
Hotel Turismo yang populer di masa RI sekarang sudah diruntuhkan. Satu-satunya hotel besar adalah Hotel Timor (Rua dos Martires de Patria, +670 324502), dekat Porto do Dili (pelabuhan). Tarifnya USD135-250, padahal hanya setaraf hotel bintang dua di Indonesia.
Saya suka Hotel Dili (Rua dos Direitos Humanos Lecidere, +670 3313958). Hotelnya kecil (setara dengan hotel bintang 1 di Indonesia), tetapi bersih, nyaman, dan menjadi tempat tinggal long-staying guests dari berbagai organisasi internasional yang masih bertugas di Timor Leste. Maklum, hotel ini hampir bersebelahan dengan kantor World Bank dan lembaga dunia lainnya. Tarif paling murah USD48 (tanpa kamar mandi), dan USD65-100 untuk kamar-kamar yang dilengkapi kamar mandi.
Beberapa hotel baik lainnya adalah: Novo Horizonte, Plaza, Central, Ocean View, Dili Beach, dan lain-lain. Juga ada penginapan murah untuk backpackers, The Smokehouse, di kawasan Mandarin.
Jalan-jalan
Salah satu favorit saya di setiap kota yang disinggahi adalah berkunjung ke pasar tradisional. Dili mempunyai Mercado Hali Laran (buka mulai pukul 3 dinihari), sekitar dua kilometer dari pusat kota. Pasar ini menggantikan Mercado Lama yang letaknya terlalu dekat dengan Palacio do Governo.
Bila berjalan-jalan di pasar, hati-hati mengambil foto. Rata-rata orang Timor Leste tidak suka dipotret. Juga ada semacam perasaan bahwa mereka kurang menyukai wisatawan dari Indonesia.
Angkutan umum di Dili adalah taksi. Tanpa argo! Tarif harus dinegosiasikan berdasar jarak. Kebanyakan tujuan di dalam kota dapat dicapai dengan tarif antara USD1-2. Bila perlu, dapat juga menyewa sepeda motor dengan tarif USD15-20 sehari.
Kota Dili yang tidak terlalu besar cukup enak untuk berjalan kaki – khususnya di sore hari, ketika matahari tidak lagi terlalu menyengat. Salah satu rute jalan kaki yang menyenangkan adalah sepanjang Avenida Governador Alves Aleida yang berada di bibir pantai. Di sisi jalan, masih banyak bangunan-bangunan tua yang terawat baik, dan dimanfaatkan untuk berbagai kantor. European Union, misalnya, menggunakan salah satu bangunan tua dengan pohon-pohon besar di depannya.
Landmark utama Dili juga berada di lintasan ini, yaitu Palacio do Governo, yang sekarang menjadi kantor Presiden, Perdana Menteri, dan Parlemen. Pantai di depan Palacio juga merupakan tempat berkumpul orang-orang untuk makan angin. Dari garis pantai ini, Dili tampak seperti kota-kota kecil di Laut Tengah.
Di sebelah Timur juga ada pantai yang pada sore hari berubah menjadi pasar ikan. Di dekatnya ada sebuah taman kecil dengan Patung Fatima. Banyak penjual minuman, buah, dan jagung bakar, di sepanjang pantai. Bila terus ke Timur, ada sebuah lokasi penyelaman yang cukup populer.
Ke sebelah Barat, melewati kawasan pelabuhan, kita akan melewati kawasan kedutaan besar dari berbagai negara. Di Motael, ada sebuah gereja Katolik tua dengan pasturan yang berarsitektur khas gaya Portugis. Katedral juga terletak tidak jauh dari Motael.
Belum ada mal bagus di Dili. Sebuah proyek mal Timor Plaza memasang papan nama yang menjanjikan: Changing the Face of Timor Leste. Padahal, skalanya tidak lebih besar daripada mal kecil sederhana di pinggiran Bekasi.
Setelah matahari terbenam, Dili berubah menjadi kota mati. Sepi! Tidak banyak lagi orang berkeliaran di malam hari, kecuali di beberapa titik keramaian, seperti di sepanjang Pantai Kelapa. Tempat-tempat minum buka hingga tengah malam. Saya bahkan terkejut ketika kembali ke hotel pukul 22.00 dan menemukan pintu pagar depan sudah digembok.
Kuliner
Di pagi hari, banyak penjaja roti pa’un berkeliling kota. Ada yang pakai sepeda, ada pula yang berjalan kaki. Banyak pula yang mangkal di beberapa titik kota. Ada dua bentuk roti pa?un. Yang umum berbentuk bun, tidak rata, permukaannya keras (crusty), dan dalamnya agak keras juga. Bentuk lainnya adalah mirip roti bantal di masa lalu, teksturnya lebih lembut. Keduanya tawar, dengan sedikit tone asin.
Roti pa’un dimakan begitu saja – tanpa mentega, tanpa selai – untuk menemani minum kopi. Di pasar, harganya 25 centavos (sekitar Rp 2500) untuk tiga roti. Di warung kopi, harganya sedikit lebih mahal. Sayangnya, tidak banyak tampak warung kopi pinggir jalan di Dili. Padahal, kopi Timor (dari daerah Same dan Ermera) sangat terkenal mutunya. Banyak orang membawa kopi Timor sebagai oleh-oleh. Caffeine level-nya tinggi, acidity (rasa kecut)-nya rendah, dan aromanya istimewa.
Sulit menemukan makanan tradisional Timor Leste di Dili, karena memang sangat sedikit restoran yang menyajikannya. Salah satunya adalah Restorante Mulatta (Rua Nularan, +670 7270780), dekat Campo Democracia (di masa RI disebut Lapangan Pramuka). Tetapi, ketika saya berkunjung ke sana, ternyata makanan-makanan itu tidak tersedia. Padahal, saya sangat ingin mencicipi batar daan – semacam bubur jagung dengan campuran daging sapi, kacang tanah, sayur-mayur, belimbing.
Salah satu masakan khas Timor Leste lainnya yang populer adalah midar sin, semacam babi kecap. Batar daan kadang-kadang juga bisa dijumpai di warung-warung di Kampung Alor. Kampung Alor, tempat bermukim kaum Muslim yang minoritas di Timor Leste, mungkin merupakan tempat yang aman untuk mencari makanan halal. Di dekat sini juga ada Masjid An Nur.
Makanan pinggir jalan kebanyakan hanya jenis bakar-bakaran (grill). Di sepanjang Pantai Kelapa, di sisi Avenida de Portugal (dekat Pertamina Wharf), pada malam hari sangat banyak pedagang ikan bakar. Satu tusuk ikan bakar (udang, cumi, ikan terbang) atau ayam harganya rata-rata 25-50 centavos (sekitar Rp 2500-5000). Ikan atau ayam bakar ini dimakan dengan ketupat (25 centavos). Orang Timor Leste ternyata suka sekali makan ketupat dengan sambal ABC. Ketupatnya sendiri sudah dibumbui, a.l. dengan sedikit kunyit, sehingga sudah bercitarasa gurih. Jenis makanan yang sama dapat dijumpai di banyak tempat. Banyak juga penjual jagung bakar (bataar tunu) dan jagung rebus di pinggir jalan.
Padahal, sebenarnya Timor Leste memiliki kekayaan kuliner yang cukup beragam, khususnya hasil persilangan dengan budaya kuliner Portugis. Salah satu yang populer adalah berbagai masakan calderada (dari kata la caldera = cauldron = belanga). Calderada de peixe (fish stew), misalnya, sangat mirip dengan bouillabaisse yang terkenal di Prancis, atau chioppino di Italia. Versi lainnya adalah bacalhoada, bila ikan yang dipakai adalah bacalhau atau ikan kod kering. Makanan sehari-hari adalah calderada de galinha alias kari ayam. Kuliner lokal lainnya adalah cusido (dari daging sapi), dan asado (dari daging babi).
Berbagai warung makan “peninggalan” masa RI masih banyak tampak di Dili, seperti Bakso Kota Cak Man dari Malang, dan beberapa warung yang dikelola oleh orang Jawa dan orang Makassar.
Masakan Portugis masih kuat bertahan di Dili. Salah satu flag carrier-nya adalah Restaurante Vasco da Gama ? yang terbesar di Dili (Rua Governador Cesar Maria Serpa 29, Motael, +670 7231803). Sajiannya autentik Portugis, seperti: gazpacho andaluz (sop dingin dari sayur di-blender), bacalhau a carmelita (ikan kod dimasak casserole dengan tomat, bawang bombay, dan gandum), atau lulas recheadas (cumi diisi bubur ubi jalar), dan lain-lain.
Harga di Vasco da Gama cukup mahal. Tanpa minuman beralkohol, satu orang dapat menghabiskan antara US$20-30 sekali makan. Restoran lain, seperti Villa Verde, juga berharga sama.
Makanan internasional di Dili diwakili oleh India (a.l. Trivandrum), Thai (Sawasdee), Jepang (Gion, Wasabi), internasional (Keci Keca, Cafe Brasil), dan lain-lain. Tidak ada KFC, McDonald?s, maupun Pizza Hut, tetapi ada Eastern Burger dan Chae?s Pizza yang lumayan. Ada juga beberapa restoran yang menyajikan masakan Tionghoa.
Salah satu restoran ikan bakar yang terkenal adalah Restaurante Vitoria di daerah Meti Aut, di sebelah Timur kota. Di kawasan ini juga ada restoran baru yang kian populer, Atlantic Bar and Grill.
Telekomunikasi dan Internet
Timor Telecom memegang monopoli telekomunikasi di Timor Leste. Kartu SIM Timor Telecom banyak dijual. Sejak lepas dari perbatasan RI-TL, sinyal Telkomsel langsung hilang. Sambungan Internet – termasuk WiFi – tersedia di banyak fasilitas, tetapi sangat lamban.